Tesla Babak Belur Dihantam Perang Dagang dan Boikot Global

6
Foto: REUTERS
Foto: REUTERS

BeritaYogya.com – Tesla tengah menghadapi serangkaian krisis yang mengguncang fondasi bisnisnya, mulai dari gelombang boikot global hingga dampak serius dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kebijakan tarif saling balas yang diberlakukan kedua negara menjadi pukulan telak bagi produsen mobil listrik asal California itu.

AS baru-baru ini menetapkan tarif impor sebesar 145% terhadap berbagai produk asal China. Sebagai balasan, China mengenakan bea masuk 125% pada barang-barang asal AS. Langkah ini tidak hanya memperkeruh hubungan dagang kedua negara, tetapi juga menyeret Tesla ke dalam pusaran konflik, mengingat perusahaan ini banyak bergantung pada komponen dan bahan baku dari China.

China bahkan mengambil langkah lanjutan dengan membatasi ekspor mineral dan magnet tanah jarang—bahan penting yang digunakan Tesla dalam pengembangan robot humanoid andalannya, Optimus. Elon Musk, CEO Tesla, mengakui bahwa kebijakan ekspor dari China tersebut telah menghambat proses produksi Optimus. Dalam laporan keuangan terbarunya, Musk mengungkapkan bahwa perusahaan tengah menjajaki kemungkinan memperoleh lisensi impor untuk magnet tanah jarang tersebut.

Kondisi ini berdampak langsung pada kinerja Tesla. Sepanjang 2025, nilai saham perusahaan anjlok hingga 33,89%. Tak hanya itu, laba bersih Tesla pada kuartal pertama tahun ini tercatat turun drastis sebesar 71% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Meski dihantam berbagai tantangan, Elon Musk tetap menyuarakan optimismenya. Ia menegaskan bahwa masa depan Tesla akan sangat bergantung pada produksi massal kendaraan otonom dan robot humanoid seperti Optimus yang berbiaya rendah.

“Nilai jangka panjang Tesla berasal dari pengembangan mobil otomatis dan robot humanoid yang bisa diproduksi secara efisien dalam skala besar. Saya yakin, jika kami mengeksekusi dengan baik, Tesla akan menjadi perusahaan paling bernilai di dunia,” ujar Musk.

Terkait kebijakan tarif tinggi yang diterapkan AS, Musk mengakui bahwa hal tersebut menjadi beban tambahan, terutama saat margin keuntungan perusahaan tengah menyusut. Namun, ia menilai Tesla masih memiliki keunggulan kompetitif berkat jaringan rantai pasoknya yang tersebar di berbagai wilayah seperti AS, Eropa, dan China.

“Saya sering mendapat pertanyaan soal tarif. Saya ingin menekankan bahwa itu adalah kebijakan yang ditentukan Presiden AS. Saya bisa memberi masukan, tapi keputusan akhir tetap berada di tangannya,” tutur Musk.

Ia menambahkan bahwa dirinya mendukung sistem tarif rendah demi kepentingan ekonomi global yang lebih sejahtera, namun menegaskan kembali bahwa keputusan politik bukan berada di tangannya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini