
BeritaYogya.com – Pemerintah berencana meluncurkan Paket Ekonomi 2025, sebuah kebijakan yang mencakup 17 program untuk mengatasi berbagai isu ekonomi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengklaim paket ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Program ini terbagi menjadi 8 program akselerasi di tahun 2025, 4 program lanjutan di tahun 2026, dan 5 program fokus pada penyerapan tenaga kerja.
Meskipun diumumkan secara resmi, Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (Celios), berpendapat bahwa sebagian besar program dalam paket ini bukanlah hal baru, melainkan lanjutan dari program-program sebelumnya.
Menurut Bhima, beberapa kebijakan yang diusulkan justru berpotensi menimbulkan masalah baru. Ia mencontohkan Koperasi Merah Putih yang dikhawatirkan dapat menjadi pesaing bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang justru berisiko melemahkan omzet mereka.
Bhima juga menyoroti kebijakan insentif pajak yang dianggap tidak akan berdampak signifikan. Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, Celios menyarankan pemerintah untuk menurunkan tarif PPN menjadi 8% dan menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 7 juta per bulan.
Bhima juga mengkritik beberapa program lainnya. Bantuan BPJS Ketenagakerjaan untuk pengemudi ojek online (ojol) dinilai sebagai subsidi pemerintah untuk aplikator, padahal seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa transportasi.
Selain itu, program magang bergaji untuk lulusan baru juga menjadi perhatian. Bhima khawatir program ini akan mengalami masalah yang sama seperti Kartu Prakerja jika tidak ada jaminan penyerapan tenaga kerja setelah magang selesai. Ia mengingatkan bahwa tanpa adanya jalur penyaluran yang jelas, seperti ke BUMN, ASN, atau program pemerintah lainnya, ribuan lulusan baru yang mengikuti magang bisa tetap menjadi pengangguran.