Dari YOLO ke YONO: Pergeseran Tren Menuju Gaya Hidup Lebih Bijak

2
Ilustrasi YONO (Foto: Istimewa)
Ilustrasi YONO (Foto: Istimewa)

BeritaYogya.com – Dunia pernah diramaikan dengan filosofi YOLO (You Only Live Once) yang mendorong gaya hidup konsumtif dan mengejar kesenangan sesaat. Namun, tren tersebut kini bergeser ke arah YONO (You Only Need One), sebuah konsep hidup yang mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam berbelanja dan fokus pada hal-hal yang benar-benar dibutuhkan.

Munculnya tren YONO merupakan respons terhadap perubahan pasca pandemi, dimana banyak orang sempat mengalami fase “balas dendam” dengan berbelanja barang mewah. Situasi ini berubah seiring dengan inflasi yang tinggi, ketatnya kondisi keuangan, dan ketidakpastian kerja yang membuat orang berpikir ulang tentang pola konsumsi.

Gaya hidup YONO bukan sekadar penghematan, tetapi merupakan bentuk refleksi diri untuk memilih barang atau pengalaman yang bernilai jangka panjang. Tren ini sejalan dengan gerakan No Buy Challenge 2025 yang mengajak mengurangi konsumsi barang non-esensial.

Menurut pengamat psikososial dan budaya Endang Mariani, YONO membawa dampak positif seperti penurunan budaya konsumtif, pengurangan stres keuangan, dan peningkatan kesejahteraan mental. Dari sisi lingkungan, produksi dan konsumsi yang lebih rendah dapat mengurangi polusi dan limbah.

Meski demikian, adopsi luas tren YONO berpotensi memperlambat perputaran uang dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun, dampak positifnya terhadap keberlangsungan lingkungan dan kesejahteraan mental menunjukkan bahwa tren ini merepresentasikan perubahan paradigma menuju kehidupan yang lebih sadar dan bermakna.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini