BeritaYogya.com – Dunia pendidikan tinggi semakin gencar menggalakkan gerakan Green Campus sebagai respons terhadap tantangan perubahan iklim. Kampus-kampus di berbagai belahan dunia kini bertransformasi menjadi laboratorium hidup untuk praktik keberlanjutan, mengintegrasikan prinsip zero waste dan energi terbarukan dalam operasional sehari-hari. Universitas Indonesia, misalnya, telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 1,2 MWp yang mampu memenuhi 10% kebutuhan energi kampus, sekaligus menjadi tempat belajar bagi mahasiswa teknik energi.
Konsep zero waste di lingkungan kampus diwujudkan melalui berbagai inisiatif kreatif. Sistem pengelolaan sampah terpadu kini banyak diterapkan, mulai dari pemilahan mandiri di setiap fakultas, pengomposan sampah organik dari kantin, hingga bank sampah yang mengubah limbah menjadi nilai ekonomis. Beberapa kampus bahkan melarang penggunaan kemasan sekali pakai di area kampus dan menggantinya dengan sistem deposit untuk wadah makanan yang bisa dipakai ulang. Universitas Gadjah Mada mengembangkan “Smart Trash Bin” berbasis IoT yang mampu mengidentifikasi jenis sampah dan memberikan reward poin bagi pengguna yang membuang sampah dengan benar.
Penggunaan energi terbarukan menjadi fokus utama Green Campus Movement. Panel surya tidak hanya dipasang di atap gedung, tetapi juga dikembangkan sebagai kanopi parkir kendaraan. Sistem geothermal mulai dimanfaatkan untuk pengaturan suhu gedung, sementara limbah air didaur ulang melalui instalasi pengolahan air terpadu. Universitas Brawijaya menciptakan inovasi “Solar Panel Road” yang mengubah jalan kampus menjadi penghasil energi sekaligus media pembelajaran. Konsep bangunan hijau (green building) juga diterapkan secara masif dengan desain yang memaksimalkan pencahayaan alami dan sirkulasi udara untuk mengurangi ketergantungan pada AC.
Partisipasi aktif mahasiswa menjadi kunci sukses gerakan ini. Banyak kampus membentuk tim khusus yang terdiri dari mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu untuk mengembangkan proyek-proyek keberlanjutan. Kompetisi tahunan seperti “Green Campus Innovation Challenge” mendorong lahirnya solusi kreatif seperti bioplastik dari limbah pertanian atau sistem irigasi cerdas untuk taman kampus. Kurikulum pendidikan juga mulai diintegrasikan dengan isu keberlanjutan, tidak hanya di program studi lingkungan tetapi juga di fakultas ekonomi, hukum, bahkan kedokteran.
Tantangan utama yang dihadapi adalah mengubah pola pikir dan kebiasaan seluruh warga kampus. Sosialisasi yang konsisten, insentif bagi partisipasi aktif, dan penciptaan infrastruktur pendukung menjadi faktor penentu keberhasilan. Meski demikian, dampak positifnya sudah mulai terlihat—baik dalam pengurangan jejak karbon kampus maupun lahirnya lulusan yang memiliki kesadaran lingkungan tinggi. Green Campus Movement tidak hanya tentang menciptakan lingkungan fisik yang lebih hijau, tetapi juga menyiapkan generasi pemimpin masa depan yang mampu menjawab tantangan keberlanjutan global.