BeritaYogya.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah, menyatakan bahwa sistem pemilu serentak selama ini dinilai belum ideal. Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, keputusan ini didasari pertimbangan bahwa praktik pemilu serentak belum mencerminkan konsepsi demokrasi dan kedaulatan rakyat yang ideal.
“Pelaksanaan selama ini kurang ideal, baik dari sisi konsep demokrasi maupun implementasinya,” ujar Arief usai menghadiri sarasehan kebangsaan di Semarang, Sabtu (28/6/2025).
Dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXI/2024, MK menilai beban penyelenggaraan pemilu serentak terlalu berat, baik bagi penyelenggara, peserta pemilu, maupun masyarakat.
“Partai politik kesulitan mempersiapkan diri jika harus menghadapi lima kotak suara sekaligus. Masyarakat juga kebingungan memilih banyak calon dalam waktu bersamaan,” jelas Arief.
Berdasarkan putusan tersebut, pemilu nasional akan fokus pada pemilihan anggota DPR, DPD, dan presiden. Sementara pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati/walikota) dan anggota DPRD akan dilaksanakan setelah pelantikan presiden terpilih.
“Pemilu nasional memilih DPR, DPD, dan presiden. Pilkada baru dilaksanakan setelah presiden dilantik,” tegas Arief.
MK berharap langkah ini dapat menciptakan proses demokrasi yang lebih ideal dan efisien. Meski mendapat keberatan dari beberapa pihak, termasuk Komisi II DPR yang menilai MK terlalu jauh mengintervensi urusan pemilu, MK menegaskan putusannya bersifat final dan mengikat.
“Putusan MK bersifat final dan binding, wajib dilaksanakan,” pungkas Arief.