BeritaYogya.com – Qiancheng Holdings, salah satu jaringan dealer terbesar BYD di China, resmi menghentikan operasionalnya setelah menutup lebih dari 20 gerai di empat kota, termasuk Jinan dan Weifang.
Keputusan ini berdampak pada lebih dari 1.000 konsumen yang masih memiliki hak garansi dan layanan purna jual. Media Jinan Times melaporkan bahwa para pemilik mobil yang terdampak kini membentuk kelompok advokasi untuk memperjuangkan hak mereka.
Qiancheng Holdings, yang sebelumnya mencatatkan omset tahunan mencapai 3 miliar yuan (Rp6,8 triliun) dan mempekerjakan 1.200 karyawan, menyatakan dalam surat tertanggal 17 April bahwa kebangkrutannya dipicu oleh perubahan kebijakan BYD yang memberatkan arus kas mereka.
Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh humas BYD yang menyebut krisis keuangan Qiancheng lebih disebabkan ekspansi bisnis yang terlalu agresif, bukan kebijakan produsen.
Insiden ini mengungkap tekanan besar yang dihadapi industri otomotif China di tengah persaingan ketat dan perubahan model distribusi. Dealer tradisional semakin rentan akibat peralihan ke penjualan langsung dan melemahnya daya beli konsumen.
Meskipun BYD memiliki beberapa gerai milik sendiri, sebagian besar penjualannya masih mengandalkan jaringan dealer seperti Qiancheng. Situasi ini memicu kekhawatiran atas stabilitas model bisnis dealer konvensional di tengah transformasi pasar otomotif China.