BeritaYogya.com – Bagi para komuter yang mengandalkan sepeda motor sehari-hari, pilihan antara motor listrik dan motor konvensional berbahan bakar bensin kini menjadi pertimbangan serius. Dari segi biaya operasional, motor listrik jelas lebih unggul dengan biaya “bahan bakar” yang jauh lebih murah.
Dengan asumsi harga listrik rumah sekitar Rp 1.500 per kWh, biaya pengisian daya penuh untuk motor listrik seperti Gesits atau Volta yang memiliki baterai 3-5 kWh hanya berkisar Rp 4.500-Rp 7.500, setara dengan jarak tempuh 60-100 km. Bandingkan dengan motor bensin 110-150cc yang membutuhkan minimal Rp 25.000-Rp 35.000 untuk menempuh jarak serupa dengan harga pertalite saat ini. Perbedaan ini akan terasa signifikan terutama bagi pengguna yang menempuh jarak puluhan kilometer setiap harinya.
Namun, motor listrik masih memiliki tantangan dalam hal infrastruktur pengisian daya, terutama bagi pengguna yang tidak memiliki akses ke stop kontak pribadi di rumah. Meski stasiun penukaran baterai dan SPKLU mulai bermunculan, kepadatan dan ketersediaannya masih kalah jauh dibanding SPBU yang sudah tersebar luas.
Dari segi perawatan, motor listrik memang lebih sederhana karena tidak memerlukan ganti oli atau tune-up secara berkala, tapi biaya penggantian baterai yang mahal (Rp 8-15 juta setelah 3-5 tahun penggunaan) perlu diperhitungkan sebagai pengganti biaya perawatan mesin konvensional.
Untuk harga pembelian awal, motor listrik masih 20-30% lebih mahal dibanding motor bensin kelas menengah dengan spesifikasi serupa, meski berbagai insentif pemerintah seperti potongan PPnBM dan subsidi bisa memangkas selisih ini. Faktor ekologis juga menjadi pertimbangan penting – motor listrik tidak menghasilkan emisi langsung dan lebih senyap, cocok untuk komuter yang peduli lingkungan.
Namun, bagi pengguna yang sering menempuh jarak jauh atau tinggal di daerah dengan infrastruktur listrik terbatas, motor bensin masih menjadi pilihan lebih praktis saat ini. Secara keseluruhan, motor listrik memang lebih hemat untuk penggunaan harian dalam kota, asalkan pengguna memiliki akses pengisian daya yang memadai dan siap dengan beberapa kompromi dalam hal jarak tempuh dan ketersediaan infrastruktur pendukung.