
BeritaYogya.com – Negara-negara anggota BRICS memberikan tanggapan atas ancaman tarif tambahan sebesar 10 persen yang dilayangkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ancaman ini muncul setelah Trump menuduh BRICS sebagai “anti-Amerika” menyusul kritik dari blok negara berkembang tersebut terhadap kebijakan tarif impor AS dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-17 di Rio de Janeiro, Brasil, yang dimulai pada Minggu (6/7/2025).
Melalui unggahan di platform Truth Social, Trump menyatakan bahwa semua anggota BRICS akan dikenai tarif tambahan jika tidak segera mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS, tanpa pengecualian.
China, sebagai anggota dominan dalam BRICS, menegaskan bahwa blok ini bukanlah aliansi anti-AS dan tidak bermaksud untuk berkonfrontasi secara geopolitik. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menekankan bahwa BRICS adalah platform kerja sama penting bagi negara-negara berkembang yang mengedepankan prinsip keterbukaan, inklusivitas, dan kerja sama saling menguntungkan.
Ia juga memperingatkan bahwa kebijakan tarif tinggi tidak akan menguntungkan siapa pun dan menegaskan bahwa perang dagang tidak menghasilkan pemenang.
Afrika Selatan membantah tuduhan Trump bahwa mereka anti-Amerika. Juru bicara Kementerian Perdagangan Afrika Selatan, Kaamil Alli, menyatakan bahwa negaranya tetap ingin bernegosiasi mengenai kesepakatan dagang dengan AS.
Proses negosiasi telah berlangsung sejak Mei lalu setelah pertemuan antara Presiden Cyril Ramaphosa dan Donald Trump di Gedung Putih. Alli menyebut bahwa pembicaraan hingga saat ini masih konstruktif dan positif.
Rusia, melalui juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, menegaskan bahwa kerja sama dalam BRICS tidak pernah ditujukan untuk memusuhi negara lain. Peskov menjelaskan bahwa BRICS adalah forum yang dibentuk berdasarkan kepentingan bersama dan visi dunia yang sejalan di antara anggotanya.
BRICS, yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, telah berkembang dengan masuknya enam anggota baru pada 2024, yaitu Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.
Kelompok ini kini mewakili lebih dari 40 persen populasi global dan sebagian besar ekonomi berkembang dunia. Meski sering dipandang sebagai tandingan terhadap dominasi Barat, anggota BRICS terus menegaskan bahwa mereka bukan aliansi politik yang bersifat konfrontatif.