BeritaYogya.Com – Per 3 September 2022, pemerintah baru saja menaikkan harga BBM yang dijual Pertamina yang meliputi Pertalite, Pertamax, dan Solar. Kenaikan harga BBM di Indonesia selalu jadi polemik nasional.
Dua BBM yaitu Pertalite dan Solar adalah jenis bahan bakar subsidi. Sementara Pertamax merupakan bensin yang tidak masuk dalam BBM penugasan alias nonsubsidi.
Jika di Tanah Air BBM tengah jadi polemik nasional, tak demikian halnya di Malaysia. warga Negeri Jiran selama ini menikmati harga BBM yang relatif sangat murah dibandingkan para negara tetangganya di ASEAN.
Di Malaysia, harga BBM jenis bensin RON 95 disubsidi pemerintah sehingga bisa dijual di harga RM 2.05 per liter atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 6.760 per liter (kurs Rp 3.300).
Meski disubsidi, BBM RON 95 yang dijual Petronas di Malaysia ini secara kualitas berada di atas Pertamax Pertamina yang memiliki RON 92. Sementara Pertalite merupakan BBM subsidi dengan RON 90. Harga Pertalite saat ini dibanderol Pertamina seharga Rp 10.000 per liter.
BBM nonsubsidi yang dijual di Malaysia adalah RON 97. Dikutip dari laman Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Halehwal Pengguna (KPDNHEP), bensin RON 97 di sana adalah sebesar RM 4.30 atau setara dengan Rp 14.190 per liter. Bandingkan dengan harga BBM nonsubsidi di Indonesia yang dijual Pertamina, yakni Pertamax (RON 92) yang saat ini dijual Rp 14.500 per liter.
Selain selisih harganya yang lebih murah, dengan RON 97, bensin nonsubsidi di Malaysia juga lebih berkualitas dibandingkan Pertamax. Secara kualitas, BBM RON 97 Petronas ini hanya kalah dari produk Pertamina dengan RON 98 yakni Pertamax Turbo yang harganya saat ini Rp 15.900 hingga 16.250 per liter.
Sebagai bahan perbandingan, berikut daftar BBM nonsubsidi jenis bensin yang dijual jaringan SPBU swasta di Indonesia:
BBM Vivo Revvo 89: Rp 10.900 per liter
Revvo 92: Rp 15.400 per liter
Revvo 95: Rp 16.100 per liter
BBM Shell Shell Super RON 92: Rp 15.420-15.750 per liter
Shell V-Power RON 95: Rp 16.130-16.470 per liter
BBM BP-AKR BP 95: Rp 16.130 per liter
BP 92: Rp 15.420 per liter
BP 90: Rp 15.320 per liter
Baru-baru ini, Pertamina menyatakan masih menerapkan jual rugi untuk produk Jenis BBM Umum (JBU) Pertamax, meski di sisi lain harga jual di dalam negeri sudah naik dan harga minyak mentah dunia sudah mulai turun.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan, meski jual rugi, perusahaan tak bisa serta merta menaikkan harga Pertamax karena harus tetap melalui persetujuan pemerintah.
“Khusus Pertamax, ini agak berbeda,” ungkap Nicke dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI.
“Kalau kita lihat kategorinya (Pertamax) dalam regulasi adalah JBU yang harganya itu fluktuatif disesuaikan ICP (Indonesia Crude Price), floating price. Tapi Pertamax kemudian pemerintah mengendalikan juga harganya,” tambahnya.
Nicke menyampaikan alasan lainnya, mengapa Pertamina tidak menaikkan harga Pertamax sesuai harga minyak mentah dunia, karena nantinya dikhawatirkan masyarakat pengguna Pertamax akan beralih ke Pertalite jika selisih harganya terlalu lebar.
“Karena kalau Pertamax disesuaikan dengan market price, maka ini akan lebih banyak lagi yang ke Pertalite,” beber Nicke.
Agar tidak menjual rugi Pertamax, penentuan harga JBU termasuk Pertamax, seharusnya diserahkan kepada badan usaha, dan dilepas ke mekanisme pasar alias mengikuti fluktuasi harga minyak mentah ICP. Nicke bilang, selama ini, kerugian menjual Pertamax ditanggung Pertamina. Lantaran Pertamax bukan kategori Jenis BBM Tertentu (JBT) maupun Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
“Pertamax selisihnya itu yang menanggung Pertamina, jadi tidak diganti pemerintah, tidak ada. Tidak masuk. JBT adalah Solar, JBKP Pertalite, untuk Pertamax itu JBU secara aturan,” tutur Nicke. “JBU lain selain Pertamax itu floating price, makanya kemarin ICP turun, itu turun juga,” tambah dia.