Ironi Kebijakan Pangan: Pemerintah Pilih Impor Beras Ketimbang Memberdayakan Petani

14

Jakarta, 18 Januari 2024

Kedatangan Kapal Pengangkut Beras Import

Indonesia diprediksi akan menghadapi kekurangan beras sekitar 2,8 juta ton pada Januari-Februari 2024 akibat fenomena El Nino. Sehingga pemerintah memutuskan untuk menutupi defisit tersebut melalui impor. Keputusan ini menuai ironi, karena pemerintah tampaknya lebih memilih solusi impor untuk jangka pendek ketimbang memperkuat ketahanan pangan nasional dengan memberdayakan petani kecil yang merupakan solusi jangka panjang.

Dalam keterangan pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis (18/1/2024), Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa stok beras harus dijaga agar cukup hingga puncak panen. Namun, ironisnya, kekurangan beras sebesar 2,8 juta ton diakui oleh Arief, yang menyebut bahwa langkah-langkah untuk menutupi kekurangan tersebut melibatkan impor, baik yang sudah direncanakan sebelumnya maupun yang baru masuk tahun 2024.

Arief menyatakan bahwa kebutuhan beras pada Januari-Februari diperkirakan mencapai 2,5 hingga 2,6 juta ton, sedangkan panen awal Januari hanya mencapai 1 juta ton. El Nino menjadi penyebab kekurangan tersebut, dan pemerintah berencana menutupinya dengan impor, termasuk yang sudah direncanakan tahun sebelumnya dan yang baru masuk tahun 2024.

Penting untuk dicatat bahwa impor beras ini tidak hanya berasal dari negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand, tetapi juga dari Tiongkok. Meskipun pemerintah berusaha meyakinkan bahwa impor ini hanya dilakukan sebagai tindakan darurat untuk mengatasi defisit, ironi terletak pada fakta bahwa pemerintah sepertinya lebih percaya pada impor daripada pada kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Pemerintah tampaknya lebih fokus pada penanganan situasi darurat dan kestabilan harga beras di tingkat petani, tanpa memperkuat upaya pengembangan petani lokal. Meskipun impor mungkin memberikan solusi sementara, pertanyaan muncul tentang keberlanjutan dan keberlanjutan kebijakan ini dalam jangka panjang.

Dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menegaskan perlunya memastikan ketersediaan stok beras menjelang Lebaran. Meskipun persiapan ini dianggap penting, ironi tetap hadir karena impor beras menjadi solusi utama, menunjukkan bahwa pemerintah mungkin kurang memberikan prioritas pada langkah-langkah penguatan ketahanan pangan nasional secara menyeluruh.

Seiring Indonesia terus menghadapi tantangan iklim dan ketidakpastian cuaca, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan solusi yang lebih berkelanjutan, termasuk pengembangan petani lokal dan kebijakan yang mendorong kemandirian pangan. Ironisnya, dalam kondisi darurat pangan, pemerintah sepertinya lebih memilih jalan pintas impor daripada solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here