BeritaYogya.com – Budiman Sudjatmiko telah dipecat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akibat dukungannya kepada Prabowo Subianto dari Partai Gerindra sebagai kandidat presiden untuk Pilpres 2024. Surat pemecatan tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto pada Kamis (24/8). Deddy Yevry Sitorus, politikus PDIP, membenarkan keaslian surat tersebut kepada CNNIndonesia.com dan mengatakan surat tersebut telah dikirim ke rumah Budiman. Budiman sendiri membenarkan pemecatannya dan menyatakan bahwa ia belum memiliki rencana untuk bergabung dengan partai lain.
Budiman Sudjatmiko telah menjadi anggota PDIP, yang memiliki lambang Banteng, sejak 2004. Meski demikian, ia sudah aktif di dunia politik sebelum bergabung dengan PDIP. Pada era 1990-an, Budiman dikenal sebagai aktivis yang menentang rezim Orde Baru. Sekitar 1994, Budiman dan beberapa rekan pendiriannya membentuk organisasi yang bernama Persatuan Rakyat Demokratik (PRD), di mana ia menjabat sebagai ketua. Kemudian, pada Juli 1996, PRD bertransformasi menjadi partai politik yang didukung oleh organisasi Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Budiman, melalui PRD, juga memimpin demonstrasi publik, yang dikenal sebagai ‘mimbar rakyat’, untuk mendukung Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI saat itu. Mereka menolak keputusan pemilihan Soeryadi sebagai Ketua Umum PDI yang dianggap sebagai boneka dari Presiden Soeharto, pemimpin RI saat itu. Tidak lama setelah itu, PRD dituduh terlibat dalam kerusuhan di Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996. Budiman, yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah, dituduh sebagai otak di balik kerusuhan tersebut dan akhirnya ia ditahan.
Kerusuhan yang terjadi di Kantor DPP PDI di Menteng, Jakarta Pusat, berakibat pada penangkapan banyak aktivis, termasuk rekan-rekan Budiman. PRD pun dianggap ilegal dan dilarang pada masa itu. Meski Budiman awalnya divonis hukuman penjara selama 13 tahun oleh pemerintah Orde Baru, ia hanya mendekam di penjara selama 3,5 tahun. Kemudian, ia mendapat amnesti dari Presiden Abdurrahman Wahid, yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, pada 10 Desember 1999.
Budiman, yang pernah berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) namun tidak menyelesaikannya, melanjutkan pendidikannya di Inggris. Ia meraih gelar master dari School of Oriental and African Studies dengan tesis tentang politik China masa kini. Selanjutnya, ia kembali menempuh studi master di Universitas Cambridge dengan fokus pada politik klientelisme. Setelah menyelesaikan studinya dan kembali ke Indonesia pada 2004, Budiman mendekati PDIP. Ia lantas mendirikan Relawan Pejuang Demokrasi (Repdem) bersama beberapa mantan aktivis mahasiswa sebagai sayap dari partai tersebut.