BeritaYogya.com – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, terbukti melakukan pelanggaran berat terkait putusan mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Salah satu pelapor dari Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus, mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan MKMK tersebut.
Petrus, sebagai koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, menyatakan bahwa mereka merasa sangat kecewa terhadap amar putusan MKMK. Petrus menyayangkan bahwa MKMK tidak berani memberlakukan sanksi tegas berupa pemberhentian tidak hormat kepada Anwar Usman, padahal menurutnya, MKMK seharusnya bertindak untuk menjaga martabat MK.
Petrus menilai bahwa MKMK, yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie, telah gagal dalam upayanya untuk mengembalikan kehormatan dan martabat MK. Dia juga mencatat bahwa para pelapor tidak memiliki hak banding terhadap keputusan MKMK.
Dalam penjelasannya, Petrus menyatakan, “Dengan amar putusan seperti itu, Jimly Asshiddiqie dan MKMK seakan gagal dalam memulihkan martabat dan kehormatan MK, serta memastikan kemerdekaan MK yang dijamin oleh UUD 1945 dari intervensi pihak-pihak dengan kepentingan politik. Ini seperti seorang dokter bedah yang berhasil mengangkat kanker tetapi masih ada risiko penyakit ganas yang tersisa dalam tubuh pasien, yang dapat mengancam MK di masa depan.”
Petrus juga mencatat bahwa Anwar Usman, selaku terlapor, telah menutup jalur banding bagi pihak pelapor sesuai dengan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023, meskipun seharusnya seorang Ketua MK sebelumnya berkewajiban untuk mengatur peraturan banding.
Merasa tidak puas dengan putusan MKMK, Perekat Nusantara dan TPDI berencana untuk melaporkan Anwar Usman ke Ombudsman. Laporan ini berkaitan dengan keluhan mereka tentang tata kelola pelayanan administrasi publik di MK, terutama dalam hal penghambatan kontrol publik terhadap MK.
MKMK membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang terkait dengan dugaan pelanggaran etik oleh hakim Mahkamah Konstitusi, dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman. Jimly Asshiddiqie, sebagai Ketua MKMK, membacakan keputusan tersebut, yang mengakui bahwa Hakim Terlapor telah melakukan pelanggaran berat. Meskipun Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK, dia tidak diberhentikan dari jabatan hakim konstitusi.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, pada Selasa (7/11). Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri dari Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
Putusan MKMK ini berhubungan dengan laporan dari beberapa pihak, termasuk Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, dan PADI.
MKMK juga menjelaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. MKMK menolak permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, pembatalan, koreksi, atau peninjauan kembali terhadap putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Putusan tersebut memungkinkan warga negara Indonesia yang berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden asalkan mereka pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam Pemilu atau Pilkada.