BeritaYogya.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dengan serius memperhatikan peningkatan kasus perundungan di sekolah dan institusi pendidikan lainnya. Menurut Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kemen PPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih, pendekatan positif berbasis hak anak dalam lingkungan pendidikan dan keluarga menjadi salah satu cara untuk mengurangi kekerasan terhadap anak.
Pengasuhan positif berbasis hak anak bertujuan untuk memastikan bahwa orang tua dan pengasuh lainnya memberikan respons dan dukungan yang sesuai untuk perkembangan anak, sambil memastikan hak-hak anak terpenuhi, tanpa melibatkan tindakan kekerasan yang dapat merugikan anak secara fisik maupun psikologis.
Amurwani menekankan bahwa perundungan adalah salah satu dari enam bentuk kekerasan yang umum terjadi di satuan pendidikan. Menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2022, kekerasan seksual adalah jenis kekerasan terbanyak dengan 36,39 persen, diikuti oleh kekerasan psikologis (26,11 persen) dan kekerasan fisik (25 persen).
Mayoritas korban perundungan berusia 13-17 tahun (61,2 persen) dan 6-12 tahun (36,68 persen), sementara pelaku perundungan terutama adalah guru (34,74 persen) dan teman atau pacar (27,39 persen).
Amurwani juga mengatakan bahwa perundungan adalah salah satu dari tiga masalah utama yang diidentifikasi dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).
Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan yang komprehensif untuk melindungi anak-anak di lingkungan pendidikan.
KemenPPP telah mengambil berbagai langkah untuk mencegah dan menangani perundungan di satuan pendidikan, seperti sosialisasi melalui Forum Anak Nasional (FAN) dan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), serta melalui Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA).
Selain itu, mereka juga berkolaborasi dengan berbagai Kementerian dan Lembaga terkait, seperti Kemendibudristek, Kemenag, dan Kemenkes, untuk memastikan pemenuhan hak dan perlindungan anak yang berkelanjutan.
Amurwani menekankan pentingnya Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) sebagai salah satu kebijakan yang mendukung pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak di Indonesia. Dia juga menyatakan bahwa penanganan perundungan di lingkungan pendidikan memerlukan komitmen, sinergi, dan kolaborasi yang berkelanjutan dari semua pihak untuk melindungi masa depan bangsa Indonesia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Praptono, dan Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Agus Suryo Suripto, juga menyatakan komitmen mereka untuk memenuhi hak dan melindungi anak-anak Indonesia melalui regulasi dan program-program yang telah mereka rancang. Salah satu regulasi yang dijelaskan adalah Permendikbudristek PPKS yang fokus pada pencegahan dan penanganan berbagai bentuk kekerasan di satuan pendidikan.