BeritaYogya.com – Gerakan moderat sejak dini tidak hanya terbatas pada siswa Taman Kanak-Kanak (TK) dan madrasah. Pesantren juga turut melaksanakan gerakan moderat sejak dini. Salah satu contohnya adalah Pesantren Tahfidz Al Kaukab, yang terletak di Gunung Putri, Bogor dan dipimpin oleh KH Khoirul Huda Basyir.
Penguatan konsep moderat sejak dini ini disampaikan dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Acara ini dihadiri oleh ratusan santri, termasuk siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA).
Lukman Hakim Saifuddin (LHS), yang merupakan narasumber dalam acara ini, memperkenalkan ajaran dasar (ushul) dan ajaran cabang (furu’) dalam agama kepada para santri. Ia menjelaskan bahwa pemahaman tentang ushul dan furu’ sangat penting agar santri dapat memahami dan merespons keragaman pemahaman dan pandangan dengan cara yang moderat, tanpa berlebihan atau ekstrem.
LHS kemudian menjelaskan beberapa prinsip dasar dalam ajaran agama. Prinsip pertama adalah menjunjung martabat manusia, dengan tujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta mengakui peran penting manusia dalam pengelolaan alam semesta.
Prinsip kedua adalah mengedepankan keadilan dan persamaan di mata hukum, dengan memberikan apresiasi kepada yang benar dan menghukum yang salah. LHS juga menekankan bahwa pembedaan perlakuan berdasarkan latar belakang (suku, agama, status sosial, dll.) tidak dikenal dalam agama.
Prinsip lainnya adalah membangun kemaslahatan bersama, yang mengharuskan menghindari perilaku yang merusak karena inti dari Islam adalah membangun kemaslahatan bersama.
Selain prinsip-prinsip dasar, ajaran agama juga mencakup prinsip-prinsip cabang (furu’). Pada tingkat cabang ini, terdapat banyak variasi pandangan, baik antar agama maupun dalam satu agama.
LHS menjelaskan bahwa dalam Islam, misalnya, terdapat berbagai praktik seperti membaca qunut, memelihara jenggot, menentukan awal bulan melalui hisab atau rukyat, dan menghitung tarawih.
Semua ini merupakan bagian dari prinsip cabang dalam Islam, dan itulah mengapa terdapat keragaman pandangan.
LHS juga memperingatkan tentang pemahaman yang berlebihan yang melampaui batas, seperti perilaku mencaci maki atau menghujat orang lain atas nama agama, yang menurutnya adalah tindakan berlebihan dan merendahkan martabat manusia. LHS menyatakan bahwa perbedaan dalam pemahaman cabang adalah hal yang wajar dan tak terhindarkan, namun pemahaman yang melampaui batas harus dimoderasi.
LHS menekankan pentingnya pengetahuan dan wawasan bagi para santri di pesantren untuk menjadi individu yang moderat, sehingga mereka dapat membedakan antara prinsip dasar (ushul) dan prinsip cabang (furu’) dalam agama.