Perang Dagang AS-China Berdampak pada Sektor Logistik Global

6
Ilustrasi Kontrainer di Pelabuhan
Ilustrasi Kontrainer di Pelabuhan

BeritaYogya.com – Dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mulai terasa pada sektor logistik global, terutama dalam industri pelayaran internasional. Beberapa perusahaan pelayaran besar terpaksa membatalkan pelayaran kapal kargo dari China menuju AS karena penurunan volume pesanan akibat tarif impor baru yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump.

Berdasarkan data dari HLS Group, perusahaan logistik internasional, setidaknya terdapat 80 pelayaran dari China yang dibatalkan dalam beberapa waktu terakhir. Pembatalan ini merupakan langkah yang diambil oleh perusahaan pelayaran untuk menyesuaikan kapasitas angkut dengan penurunan permintaan barang yang harus dikirim ke AS.

Beberapa perusahaan pelayaran besar seperti Ocean Network Express (ONE) memutuskan untuk menangguhkan beberapa rutenya yang melibatkan pelabuhan-pelabuhan utama seperti Qingdao, Ningbo, Shanghai, Pusan, Vancouver, dan Tacoma. Selain itu, terdapat pula pembatalan kunjungan pelabuhan ke Wilmington, North Carolina.

Dampak pada Rantai Pasok

Pembatalan sejumlah pelayaran ini diperkirakan akan mempengaruhi rantai pasok global, mulai dari operasional pelabuhan, transportasi darat menggunakan truk dan kereta api, hingga pergudangan. Setiap kapal dapat mengangkut 8.000 hingga 10.000 TEUs (twenty-foot equivalent units), yang berarti pembatalan 80 pelayaran dapat mengakibatkan 640.000 hingga 800.000 kontainer tidak terkirim.

Hal ini tentu akan berpengaruh pada aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan, penurunan pendapatan pelabuhan, serta berkurangnya permintaan untuk angkutan darat dan penyimpanan logistik. CEO Sea-Intelligence, Alan Murphy, menyatakan bahwa meskipun belum ada model yang tepat untuk memproyeksikan dampak jangka panjang, kemungkinan pembatalan pelayaran akan terus berlanjut dalam beberapa waktu ke depan.

Penurunan Tajam Pesanan Pengiriman

Data pemesanan pengiriman internasional yang tercatat pada akhir Maret hingga awal April menunjukkan penurunan drastis, terutama pada produk pakaian jadi, aksesori, tekstil, dan mainan—kategori barang yang sebagian besar diimpor dari China dan kini dikenai tarif yang lebih tinggi. Pemesanan untuk produk pakaian jadi dan tekstil tercatat turun lebih dari 50 persen.

Menurut Bruce Chan, Direktur Logistik Global di Stifel, kebijakan tarif yang diterapkan AS membuat para pengecer lebih berhati-hati dalam mengelola inventaris mereka, mengingat trauma akibat kelebihan stok pasca-pandemi Covid-19. Keadaan ini tercermin dalam pembatalan pelayaran yang terjadi, terutama pada rute transpasifik antara Asia dan Amerika.

Strategi Operator Pelayaran

Untuk menghindari kerugian akibat kapal yang tidak terisi penuh, beberapa operator pelayaran mengambil langkah-langkah seperti pembatalan pelayaran (blank sailing), penghilangan beberapa rute pelayaran tertentu, penggunaan kapal dengan ukuran lebih kecil, atau bahkan memperlambat perjalanan kapal dengan strategi slow steaming. Beberapa langkah serupa juga diterapkan pada masa pandemi Covid-19, meskipun sebelumnya pembatalan pelayaran justru menyebabkan lonjakan tarif pengiriman yang signifikan.

Vietnam Mengambil Peluang

Ketika ekspor China menurun, negara Vietnam mulai mengambil alih peluang tersebut. Tarif pengiriman barang laut dari Vietnam tercatat melonjak 43 persen sejak akhir Maret, menunjukkan adanya lonjakan permintaan pengiriman dari Vietnam.

Menurut Peter Sand, analis utama di Xeneta, kenaikan tarif ini mencerminkan tingginya tekanan permintaan dalam sektor pengiriman. Kenaikan ini juga diperburuk oleh keputusan Presiden Trump untuk menunda tarif tambahan bagi negara selain China selama 90 hari, yang berdampak pada peningkatan permintaan pengiriman dalam jangka pendek.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini