Beberapa Peristiwa Penting Sebelum Perebutan Kekuasaan di Kotabaru Yogyakarta

127
Para korban Pahlawan (Foto: Djokjakarta1945)

BeritaYogya.com – Menurut rekaman sejarah dari R.P. Soedarsono, yang pada saat itu menjabat sebagai komisaris polisi, berbagai kegiatan di Daerah Istimewa Yogyakarta setelah Proklamasi dapat kita ringkas sebagai berikut:

Pada malam tanggal 31 Agustus 1945, Sujatno dari Solo datang menemui R.P. Soedarsono. Pada malam tersebut, beberapa teman dari Yogya, seperti Sumantoro, Ir. Sardono Dipokusumo, Mr. Sudarisman Purwokusuma, menawarkan bantuan untuk membuat maklumat yang akan disiarkan melalui Kedaulatan Rakyat pada tanggal 1 September 1945, dengan tujuan mengambil alih kekuasaan Tyokan. R.P. Soedarsono kemudian terpilih sebagai ketua Dewan Pimpinan di bekas kantor Kotyi pada tanggal 1 September 1945.

Pada tanggal 12 dan 13 September 1945, bersama beberapa pengurus KNI, mereka menyiapkan kekuatan bersenjata yang terdiri dari Polisi Istimewa dan laskar rakyat untuk menghadapi tentara Jepang yang ingin menurunkan bendera merah putih di kantor Tyokan Kantai yang sekarang menjadi Gedung Negara. 

Pada tanggal 14 September 1945, R.P. Soedarsono terpilih sebagai Ketua Gabungan Pegawai Negeri Daerah Yogyakarta. Tanggal 22 September 1945, R.P. Soedarsono berhasil menjalani pelucutan senjata yang dilakukan oleh Jepang terhadap Polisi Kota dan Polisi Istimewa.

Tanggal 25 September 1945, bersama beberapa anggota Dewan Pimpinan di bekas kantor Kotyi, seperti dr. Sjamsudin, Ir. Ali, Kyai Adjid, Adam Basari, Latjuba, Budiman, Abdul Karim, Danu Warsito, dan Kartono, R.P. Soejono, mereka berhasil menyelesaikan masalah yang terkait dengan pelucutan senjata.

Tanggal 6 Oktober 1945, dari jam 19.00 hingga jam 03.00 pagi, bersama dengan Ketua KNI Moh. Safeh dan pengurus BKR, seperti Sundjojo, Umar Djoy, dan Sukardi, mereka berunding dengan Sihata Tjihanbuto dan Asoka Butaitjo untuk meminta senjata dari Butai Kotabaru. 

Namun, perundingan ini gagal. Akhirnya, R.P. Soedarsono mengulangi permintaannya agar Mayor Otzuka dari Butai Kotabaru bersedia menyerahkan senjata mereka kepada pihak Indonesia.

Selama perundingan berlangsung, ratusan rakyat dan pemuda yang didukung oleh KNI, BPU, BKR, dan Polisi bergerak menuju Kotabaru. Mereka menggunakan berbagai macam senjata seperti golok, tompak, keris, bambu runcing, dan senjata senapan dalam upaya mereka untuk mengepung markas Jepang dengan semangat yang tinggi. 

Pertemuan tak terhindarkan, dan saat penerangan di sekitar Butai Kotabaru mati, pertempuran pecah dengan letusan granat dan tembakan senjata. Massa rakyat dan pemuda menyerbu dengan teriakan “siap maju” dan “gempur.” Pertempuran berlangsung sengit, dengan Jepang melakukan perlawanan dan menembakkan senjata mitraliur ke arah penyerbu. Akhirnya, pada pukul 10.30 pagi tanggal 7 Oktober 1945, bendera merah putih berkibar di atas markas tentara Jepang, Butai Kotabaru menyerah.

Pertempuran Kotabaru ternyata memiliki arti besar dalam memupuk semangat patriotisme, terutama di kalangan pemuda di Yogyakarta. Namun, pertempuran ini tidak menguntungkan bagi militer Jepang, karena mengakibatkan tewasnya 9 orang Jepang dan 15 lainnya luka-luka, yang melemahkan semangat mereka baik di Pingit maupun di Gentan. 

Selain itu, pada hari tersebut, 1100 orang Jepang beserta peralatan mereka berhasil ditawan. Hasil rampasan berupa senjata dan amunisi juga melengkapi kekuatan BKR untuk tugas membela negara. Peristiwa Kotabaru juga membantu dalam pelucutan senjata pasukan Jepang di Yogyakarta.

Di Maguwo, Kaigun juga berhasil dilucuti senjatanya, sehingga pemerintah daerah dapat beroperasi tanpa hambatan. Pada tanggal 7 Oktober, setelah pertempuran Kotabaru, wakil R.A.F. (Royal Air Force), Kopral Francis, ditugaskan untuk mengawasi lapangan terbang. R.P. Soedarsono berhasil melakukan perundingan dengan Mayor Hajino Sosya untuk menyerahkan senjata mereka secara sukarela. 

Upaya ini berhasil, dengan 15 truk senjata api berat sekitar 25 ton dan ratusan peti granat tangan diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia. Dengan kejadian ini, kekuatan Jepang di daerah Yogyakarta berakhir.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here