Tantangan Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia

6
Dirjen IKP Kominfo Usman Kansong dalam Lokakarya Kajian Revisi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, pada Senin (30/10/2023) (Foto: Kominfo)

BeritaYogya.com – Implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, atau UU KIP, masih dihadapkan pada berbagai hambatan, sehingga akses masyarakat terhadap informasi dari beberapa lembaga publik tetap sulit.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, menyampaikan bahwa dalam pelaksanaannya, UU KIP masih menghadapi sejumlah kendala, termasuk kesulitan masyarakat dalam memperoleh informasi dari beberapa lembaga publik.

“Proses implementasi UU KIP masih menghadapi berbagai hambatan, termasuk masih ada lembaga publik yang mungkin sulit atau sulit diakses oleh publik,” ujar Usman Kansong dalam acara Lokakarya Kajian Revisi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, pada Senin, 30 Oktober 2023.

Usman Kansong juga menjelaskan bahwa kendala-kendala ini telah mengakibatkan ketidaksesuaian antara penggunaan informasi publik dengan tujuan UU KIP dan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahami layanan informasi yang diberikan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, atau PPID.

Di sisi lain, pengelolaan informasi di badan publik juga masih menghadapi tantangan karena sumber daya badan publik belum diatur secara pasti dalam UU KIP atau masih bersifat Ex Officio.

“Kondisi ini berdampak pada kelangsungan pengelolaan informasi, sehingga keberlanjutan lembaga harus diperkuat,” jelas Usman Kansong.

Usman Kansong lebih lanjut menekankan bahwa perkembangan teknologi digital memberikan peluang dan tantangan terhadap pengelolaan dan layanan informasi publik. Kemajuan teknologi seperti Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dianggap memiliki dampak besar pada pertukaran Informasi Publik, yang perlu diatur lebih lanjut untuk memastikan manfaatnya.

Selain pemohon dan lembaga publik, Usman Kansong juga menekankan pentingnya memperkuat peran Komisi Informasi dalam menyelesaikan sengketa Informasi Publik, baik dari segi administratif maupun perannya dalam menyelesaikan sengketa.

Usman Kansong menganggap bahwa Komisi Informasi berperan sebagai lembaga quasi yudisial dan memerlukan koordinasi yang efektif dari tingkat pusat hingga daerah.

“Dengan demikian, penguatan kelembagaan dan hasilnya menjadi fokus yang penting,” tambahnya.

Usman Kansong berpendapat bahwa penyelesaian sengketa Informasi Publik perlu memiliki jangka waktu yang jelas untuk melindungi hak masyarakat dan badan publik. Putusan Komisi Informasi juga perlu diperkuat agar dapat diindahkan oleh pemohon dan badan publik.

“Sebagai contoh, jika ada isu hoaks, harus ada batas waktu yang memungkinkan platform untuk menghapus hoaks dalam waktu 24 jam. Di masa depan, batasan waktu akan diterapkan untuk menghindari penumpukan sengketa informasi publik,” ungkap Usman Kansong.

Pengalaman-pengalaman ini mendorong Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo untuk menginisiasi diskusi-diskusi yang melibatkan pemangku kepentingan eksternal maupun internal untuk membahas masalah keterbukaan informasi yang mendasari UU Nomor 14 tahun 2008.

Usman Kansong berharap bahwa berbagai diskusi yang melibatkan para pemangku kepentingan seperti Komisi Informasi, badan publik, masyarakat sipil, dan kalangan akademisi akan menghasilkan pandangan dan kajian yang mungkin memunculkan revisi pada UU KIP.

“Harapan kami adalah revisi UU KIP dapat memenuhi semua kebutuhan para pemangku kepentingan dan menjadi lebih efektif dalam memastikan hak publik untuk mendapatkan informasi publik,” tandas Usman Kansong.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here