Ekonomi China Melemah, Dunia Ikut Terdampak

7
Ilustrasi (Foto: iStock)

BeritaYogya.com – China meurpakan negara besar dengan perekonomiannya yang menjadi kekuatan dunia. Berdasarkan laporan dari Business Insider, dampak pandemi telah menyebabkan perekonomian kedua terbesar di dunia, yaitu Tiongkok, mengalami kelemahan yang signifikan. Situasi ini semakin memburuk dalam beberapa bulan terakhir, sehingga Menteri Keuangan Janet Yellen mengungkapkan keprihatinan mengenai risiko ekonomi Tiongkok terhadap Amerika Serikat.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan pada hari Selasa pekan lalu, hasil data menunjukkan performa di berbagai sektor ekonomi Tiongkok mengalami pelemahan yang melebihi ekspektasi. Segmen produksi industri, penjualan ritel, dan ekspor semuanya menunjukkan kinerja di bawah perkiraan. Semua informasi ini diungkapkan dalam konteks ketidakstabilan sektor properti, yang semakin memburuk dengan berita pengajuan kebangkrutan oleh Evergrande, perusahaan pengembang properti dengan tingkat utang terbesar di dunia, serta terjadinya dua kali keterlambatan pembayaran kupon oleh Country Garden Holdings terhadap obligasi yang dimilikinya.

Salah satu aspek yang telah diamati adalah penurunan permintaan yang terjadi di China, yang berdampak pada penurunan signifikan dalam aktivitas perdagangan. Data yang dirilis pada minggu ini mencerminkan penurunan dalam nilai ekspor dari China selama tiga bulan secara berurutan, sementara impor juga mengalami penurunan selama periode lima bulan. Dalam sisi yang menguntungkan, rendahnya tingkat permintaan ini memiliki efek menahan laju inflasi, yang berpotensi membantu meringankan tugas Federal Reserve dan lembaga bank sentral lainnya dalam mengatasi tantangan harga yang tinggi dalam ekonomi yang mereka tangani.

Data yang dirilis oleh BPS Cina mengindikasikan bahwa pengeluaran pabrik di negara tersebut mengalami peningkatan sebesar 18% pada bulan September jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan dibanding bulan sebelumnya, para analis mengantisipasi kemungkinan adanya penurunan ekspor dari Cina dalam beberapa bulan mendatang karena perlambatan ekonomi yang sedang berlangsung. Kekhawatiran ini timbul karena adanya potensi dampak krisis utang di Eropa terhadap permintaan konsumen.

Kondisi ini sangat mungkin mengingat bahwa Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar bagi Cina, dengan nilai pasar mencapai US$380 miliar pada tahun 2010.

Kekhawatiran mengenai hal ini juga tercermin dalam data pertumbuhan ekspor yang dirilis pekan lalu, yang menunjukkan perlambatan menjadi 17,1% pada bulan September, berkurang dari angka 24,5% pada bulan sebelumnya.

“Selama dekade terakhir, China telah menjadi sumber lebih dari 40% pertumbuhan ekonomi global, hampir dua kali lipat kontribusi AS,” jelas ekonom Peter S. Goodman yang mengatakan bahwa kejadian tersebut tidak seperti China yang seharusnya, dikutip dari The Week. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here