Mendorong Keanekaragaman, Kesetaraan, dan Inklusifitas Melalui Jihad Santri

167
Ilustrasi

BeritaYogya.com – Bara Wahyu Riyadi, Direktur Utama Garda Institute mengutip dalam edisi September/Oktober 2023 Harvard Business Review, disoroti isu budaya komunikasi lintas budaya, gender, dan generasi di berbagai perusahaan global. Kehadiran beragam generasi di tempat kerja telah meningkat signifikan selama beberapa dekade terakhir, seiring dengan perpanjangan usia hidup, peningkatan kesehatan, dan pensiun yang lebih lambat bagi banyak individu.

Kini, dalam perusahaan-perusahaan terkemuka, individu mungkin bekerja bersama kolega dari empat generasi yang berbeda, sesuatu yang belum terjadi beberapa dekade yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa keberagaman adalah hal yang tidak dapat dihindari di mana pun kita berada.

HBR juga mempublikasikan penelitian yang menunjukkan bahwa hidup dalam keragaman bukanlah tugas yang mudah. Perbedaan suku, agama, ras, dan latar belakang memunculkan pandangan, gaya komunikasi, dan tindakan yang beragam, yang dapat menyebabkan konflik. Meskipun demikian, mencoba membentuk masyarakat homogen berdasarkan faktor-faktor tersebut juga tidaklah solusi yang tepat. Menurut Bagong Suyanto, seorang sosiolog dari Universitas Airlangga, ini dapat memicu segregasi sosial berdasarkan ras, etnis, dan agama.

Bagong juga menyoroti bahwa kelompok yang homogen cenderung kurang terampil dalam berinteraksi dengan keragaman, sehingga konflik tidak dapat dihindarkan ketika mereka harus berhubungan dengan individu yang berbeda latar belakangnya.

Maka konsep Keanekaragaman, Kesetaraan, dan Inklusifitas (DEI), yang diterapkan secara luas dalam masyarakat global melalui perusahaan dan organisasi internasional, perlu diadopsi dengan kuat di Indonesia, alih-alih menciptakan kelompok homogen yang eksklusif. DEI berfokus pada perlakuan yang adil dan partisipasi penuh semua individu, terutama kelompok yang historisnya kurang terwakili atau mengalami diskriminasi berdasarkan identitas atau disabilitas.

Upaya DEI tidak hanya berlaku di dunia pendidikan, tetapi juga di Indonesia, dengan populasi muslim terbesar di dunia, melalui kelompok santri yang jumlahnya mencapai 4,37 juta orang di seluruh negeri. Kelompok santri yang tersebar di 30.494 pondok pesantren memiliki peran kunci dalam mempromosikan keanekaragaman, kesetaraan, dan inklusifitas dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Dengan tema “Jihad Santri Jayakan Negeri” pada Hari Santri Nasional 2023, lebih dari 4 juta santri diharapkan untuk berkontribusi dalam memajukan Indonesia. Jihad dalam konteks ini bukanlah tindakan kekerasan, melainkan upaya sungguh-sungguh untuk memperbaiki dan meningkatkan berbagai aspek kehidupan. Sebagai agen perbaikan, santri diminta untuk fokus pada kemajuan di berbagai sektor, termasuk masyarakat, pendidikan, ekonomi, dan sosial.

Namun, perbaikan ini tidak akan tercapai jika generasi muda santri hanya memusatkan perhatian pada eksklusivitas dan kelompok mereka sendiri. Dr. Sri Yunanto dalam bukunya “Islam Moderat VS Islam Radikal” (2018) menggarisbawahi bahwa keberagaman dalam mazhab dan pandangan di antara kelompok-kelompok umat Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional, telah mengalihkan perhatian dari usaha umat Islam dalam memajukan ilmu pengetahuan serta menjadi pemimpin dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial.

Karena itu, “Jihad Santri Jayakan Negeri” harus dimulai dengan memprioritaskan keanekaragaman, kesetaraan, dan inklusifitas (DEI) sebagai landasan untuk interaksi sosial di tingkat nasional hingga internasional, serta berperan penting dalam meningkatkan pendidikan, ekonomi, dan sosial.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here