Aksi Bakar Ogoh-Ogoh di KPU DIY sebagai Protes Terhadap Isu Kecurangan

12
Sejumlah warga di Yogyakarta, yang merupakan bagian dari komunitas budaya Patembayan Nusantara, membakar ogoh-ogoh di area kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis, 7 Desember 2023 (Foto: Istimewa)

BeritaYogya.com – Sejumlah warga Yogyakarta yang tergabung dalam Patembayan Nusantara mengunjungi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY pada Kamis (07/12/2023). 

Massa yang terdiri dari para seniman tari ini membawa ogoh-ogoh atau patung Bhuta Kala dan mengaraknya ke depan pintu masuk KPU.

Mengenakan kostum Anoman Obong, mereka menari mengelilingi ogoh-ogoh setinggi sekitar 1,5 meter sambil menyampaikan sejumlah tetembangan. 

Setelah itu, mereka membakar ogoh-ogoh tersebut bersama pimpinan KPU DIY.

Aksi ini diadakan sebagai bentuk protes terhadap KPU yang sedang dihadapkan pada isu kecurangan. 

Beberapa kebijakan yang diterbitkan dianggap menguntungkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres/cawapres).

Juru bicara Patembayan Nusantara, Agus Becak Sunandar, menjelaskan bahwa aksi ini memiliki simbolisme, di mana Anoman Obong melambangkan rakyat yang memberikan peringatan pada Bhuta Kala dengan membakarnya. 

Bhuta Kala dianggap sebagai simbol keangkaramurkaan, kejahatan, dan kegelapan yang perlu diusir dari Indonesia. 

Para penari melakukan simbolisasi pembakaran ogoh-ogoh sebagai perwujudan keangkaramurkaan dan kejahatan.

Agus menyatakan bahwa KPU seharusnya bersikap netral dalam penyelenggaraan Pemilu, tidak melakukan intervensi politik demi kepentingan salah satu pasangan calon. 

KPU diharapkan bersikap independen dan tidak memihak, mengingat adanya dugaan kecurangan Pemilu melalui aturan yang diterbitkan oleh pemangku kebijakan, seperti penghilangan debat cawapres dan larangan penyelenggaraan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di ruang publik di Hongkong.

“Kami sebagai bagian dari masyarakat menuntut KPU untuk bersikap independen tanpa kepentingan apapun. Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan aksi budaya warga Yogyakarta sebagai simbolisasi tekanan politik kepada para pemangku kebijakan untuk bersikap netral,” tambahnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here