BeritaYogya.Com – Tema debat kedua antar cawapres tentang “Ekonomi, Keuangan, Investasi Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur, dan Perkotaan” merupakan hal yang fundamental dalam pembangunan bangsa, khususnya dalam hal kebijakan fiskal dan pembangunan infrastruktur.
Dalam debat antara Muhaimin – Gibran – Prof Mahfud yang digelar di Jakarta Convention Center ini, para kandidat mengeluarkan jurus-jurus untuk memperkuat diri dan melemahkan kandidat lain. Muhaimin menawarkan “slepet-nomics”, Gibran dengan lontaran pertanyaan singkatan-singkatannya dan istilah asing, Prof Mahfud yang fokus pada pemberantasan korupsi dan kebijakan hukum.
“Saya tidak terkejut dengan istilah baru dari paslon satu, mereka kan memang ahli tata kata. Konsep dasar slepet-nomics itu tidak jelas arah praktik kebijakan pemerintahnya mau seperti apa. Kalau metode Gibran yang mengajukan pertanyaan singkatan dan bahasa teknis itu menurut saya karena ingin mengulang kesuksesan debat Jokowi – Prabowo tentang unicorn yang membuat Prabowo bingung. Tapi Gibran bukan Jokowi, dia tidak menguasai pertanyaannya sendiri, ketika ditanya balik terlihat sekali gugup dan blunder seperti analoginya perluas kebun Binatang. Gibran menurunkan level debat cawapres ke cerdas cermat SD,” papar Direktur Tim Pemenangan Muda, Bara Wahyu.
Bara berharap dari debat cawapres ini generasi z dan milenial mampu menangkap kualitas dari para kandidat dan menentukan pilihan pada paslon terbaik.
“Sesama orang muda harus mendukung yang muda, tapi muda yang saya maksud adalah pemikiran dan tindakannya. Muda itu visioner, kreatif, tegas, tidak korupsi dan nepotisme. Percuma usia muda tapi maju gelanggang dengan bantuan paman dan manipulasi hukum. Itu bukan karakter anak muda.” pungkas Bara